Sudah menjadi rahasia umum di hutan bahwa kancil merupakan hewan paling
cerdik. Akalnya seribu untuk mengatasi berbagai macam masalah. Banyak hewan di
dalam hutan meminta pertolongan padanya ketika mereka terlibat sejumlah
masalah. Walaupun, dinilai sebagai hewan paling cerdik, namun kancil tidaklah
sombong sehingga ia memiliki banyak teman.
Suatu waktu, kancil mencari makanan keluar dari dalam hutan tempat biasa ia
bernaung. Saat itu memang musim kemarau, saat di mana makanan di hutan
berkurang. Lantaran, hawa panas, kancil menepi ke sebuah sungai untuk
menghilangkan dahaga di tenggorokannya.
Setelah puas meminum air sungai yang segar, kancil melanjutkan
perjalanannya dengan berjalan menyusuri sungai. Kancil memang tidak ingin
jauh-jauh dari sungai supaya ia bisa langsung begitu merasa haus. Hampir sejam
lamanya kancil berjalan saat ia menemukan sebuah tempat yang kaya akan makanan.
Sayangnya, tempat itu berada di seberang sungai. Tidak ada jembatan yang
menghubungkan antara satu tempat ke tempat lainnya. Kancil bingung, apa yang
harus dilakukan untuk sampai ke seberang. Ia bergumam, “Alangkah enaknya, jika
aku bisa menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati semua makanan yang ada di
sana.”
Ketika sedang asyik melamun, mata kancil melihat seekor buaya tengah asyik
berjemur di sungai. Kancil pun mendatangi buaya itu dan bertanya, “Hai
sahabatku, Buaya, apa kabarmu hari ini?”
Buaya yang tengah menikmati harinya itu membuka mata. Ketika ia melihat
yang sedang berbicara adalah kancil, ia menjawab pertanyaannya. “Kabarku baik
kancil sahabatku. Apa gerangan yang membawa dirimu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu dan teman-temanmu,” jawab si kancil.
“Hohoho, kabar baik rupanya…” kata buaya antusias, “Baiklah, ceritakan
kabar baik yang kamu bawa untukku dan teman-temanku.”
“Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman untuk menghitung jumlah buaya yang
ada di dalam sungai. Karena, Raja Sulaiman ingin memberikan hadiah kepada
kalian semua,” jelas kancil.
“Benarkah itu?”
Kancil mengangguk. “Karena itu, panggillah teman-temanmu semua dan berjejer
di sungai ini dari sini hingga ke sana…”
Buaya pun memanggil teman-temannya dan mengikuti apa yang diperintahkan
oleh kancil.
Saat buaya dan teman-temannya telah berjejer, buaya berkata, “Sekarang
hitunglah, kami sudah siap.”
Kancil pun mulai melompat satu per satu ke punggung buaya. Dia berteriak
keras-keras, “Satu! Dua! Tiga!” dan begitulah seterusnya hingga ia sampai di
pinggir sungai yang dimaksud—pinggir sungai yang banyak makanannya. Sesampainya
di sana, si kancil membalikkan tubuhnya. “Terima kasih sahabat-sahabatku yang
baik. Sekarang aku sudah sampai di sini, dan aku sudah menghitung kalian semua.
Sekarang selamat tinggal.”
Melihat Kancil ingin pergi begitu saja, Buaya berteriak, “Hei, Kancil, mana
hadiah dari Raja Sulaiman yang kamu janjikan?”
“Oiya, aku belum mengatakannya pada kalian ya? Raja Sulaiman ternyata sudah
memberikan hadiah-hadiahnya untuk buaya-buaya di tempat lain. Sehingga tidak
ada hadiah untuk kalian. Hahaha…”
Sekarang tahulah buaya
telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Kancil
apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara
hingga hari ini. Sementara itu, Kancil terus melompat kegembiraan dan terus